Kisah Si Penjual Sepeda

Alkisah pada suatu masa di negeri antah berantah, muncul sebuah perusahaan yang melakukan praktek penjualan licik. Bermula dari suatu iklan di koran dan majalah:

PROMO SEPEDA ISTIMEWA

DAPATKANLAH DENGAN HARGA 10 DOLLAR

bukan 50 dollar

JANGAN LEWATKAN KESEMPATAN INI

MINTALAH KETERANGAN CUMA-CUMA

KEPADA KAMI:

……………………….

Tentu saja banyak orang menaruh hati pada iklan itu. Mereka meminta keterangan persyaratannya. kemudian katalogpun dikirimkan.

Apa yang diperoleh mereka atas 10 dollar bukanlah sebuah sepeda, melainkan 4 kupon untuk dijual pada temannya dengan harga 10 dollar setiap kupon. Jadi, bila dia dapat mengumpulkan 40 dollar untuk diserahkan ke perusahaan itu maka sebuah sepeda memang didapatkannya. Dengan demikian, orang itu memang hanya membayar 10 dollar, sisanya 40 dollar berasal dari kantong orang lain. Tak pelak selain membayar 10 dollar dia harus mencari orang yang bersedia membeli 4 kupon itu, nampaknya memang tidak memerlukan ongkos tambahan.

Apakah arti kupon itu sehingga ada orang yang mau membeli seharga 10 dollar? Dia sendiri membeli hak untuk menukar kupon ini dengan 4 kupon serupa. Pemilik-pemilik kupon yang baru, akan menerima 4 kupon untuk penyebaran selanjutnya.

Sepintas tak ada kelicinan dalam aturan permainannya. Perusahaan selalu memegang janji, sepeda itu sungguh-sungguh dapat dibeli seharga 10 dollar. Demikian juga perusahaan tidak mengalami kerugian. Perusahaan selalu menerima harga penuh sebuah sepeda, yaitu 50 dollar.

Akan tetapi, cara ini adalah jelas sebuah kelicikan. Karena keranjingan ini menyebabkan kerugian pada sebagian orang yang tidak dapat menjual kuponnya. Orang-orang inilah yang membayar kekurangannya. Cepat atau lambat, suatu saat para pemegang kupon merasa tidak mungkin menjual kupon itu lagi. Kita bisa hitung bertambahnya para pemegang kupon secara pesat.

Kelompok pembeli pertama, yang menerima kupon langsung dari perusahaan, biasanya tak mengalami kesulitan mencari pembeli (4 partisipan baru). Kelompok selanjutnya harus menjual kupon mereka pada 16 orang yang lain (4 x 4), dan untuk menjualnya mereka harus meyakinkan pembeli. Kita anggap saja mereka berhasil membujuk 16 partisipan, maka mereka ini harus menyebarkan kepada 16 x 4 = 64 partisipan yang lain.

Jadi dari 1 pembeli langsung telah diperoleh 1 + 4 + 16 + 64 = 85 partisipan, 21 di antaranya menerima sepeda, sedangkan 64 orang sisanya diberikan harapan menerima sepeda, sebuah harapan yang harus dibayar 10 dollar untuk sebuah sepeda :).

Cakupan wilayah penjualannya kian meluas dan semakin menyusup ke semua sudut negeri, sehingga makin sulit menemukan prospek baru. Enam puluh empat partisipan baru itu harus menjual kuponnya kepada 256 korban baru, yang pada giliran selanjutnya harus menjual pada 1024 orang. Dalam sekejap sebuah kota kecil di negeri itu pun kebanjiran kupon.

Tawaran itu telah menyeret kian banyak orang ke dalam ngarai yang tak berlembah. berikut ini adalah “kedalaman ngarai” itu:

1

4

16

64

256

1024

4096

16384

Seterusnya bisa dicari dengan rumus 4n, nilai konstanta 4 adalah jumlah korban yang harus dicari, dan variable n adalah tingkatan/kedalaman ngarai.

Jika di kota kecil itu cukup banyak pengendara sepedanya, misalnya ada 21845 orang, maka demam itu akan melanda kota dalam 8 putaran saja. Pada saat itu semua orang telah terseret, namun hanya ¼ nya memperoleh sepeda, sisanya hanya akan menjadi “pemilik masa yang abadi”, karena pasti tak akan sanggup menjual kupon-kupon tersebut.

Meskipun kota terpadat di dunia sekalipun, ambang kejenuhannya akan segera tercapai, karena piramida bilangan di atas sangat pesat pertumbuhannya. “Otak yang kurang sehat” akan menjadi penjual sukarela tanpa hasil.

 

Catatan:
Cerita di atas adalah fiktif tetapi teknik yang digunakan asli dan bisa diterapkan di dunia nyata. Rasanya tak berlebihan kalau saya menganalogikan cerita di atas dengan bisnis MLM. Hanya orang-orang yang berada di level atas bisa menikmati hasilnya, karena itulah mereka sering berkata: “Kalau saya bisa, Andapun bisa!”.
Empat fakta MLM yang saya kumpulkan:
1. Di perusahaan biasanya pemilik usaha menggaji karyawan, sedangkan di MLM tidak ada sistem seperti itu.
2. Di perusahaan biasa, si A dengan kedudukan lebih rendah dari si B bisa saja suatu waktu mendapat promosi dan akhirnya kedudukan si A lebih tinggi dari si B, sedangkan di MLM, downline (si A) selamanya tidak akan bisa menjadi upline (si B).
3. Pada umumnya jalur distribusi barang terdiri dari produsen, distributor, dan konsumen, sedangkan di MLM, kita jadi distributor/penjual, sekaligus konsumen sendiri.
4. Dari cerita di atas menunjukkan pasar yang tidak terbatas, saya pernah baca pasar yang tak terbatas itu menyalahi ilmu ekonomi.

Cerita ini pernah dipublikasikan di blog lama saya yang tiba-tiba dihapus secara sepihak dari pihak web hosting gratisan 😀 Namun dengan berbekal webarchive akhirnya saya bisa menemukan kembali cerita lama itu. Link di atas juga sebagai bukti bahwa saya pernah memposting kisah itu.

About Sibudi

Ubuntu user | Loves books | Blogger | Web Developer | Learn PHP, JavaScript, Ruby & Python the hard way

05. December 2011 by Sibudi
Categories: Off Topic | Tags: | 2 comments

Comments (2)

  1. cerita inspiratif, bisa dijadikan strategi pemasaran diduni nyata 🙂

Leave a Reply

Required fields are marked *